Langsung ke konten utama

Nagoshi no Harae

Nagoshi no Harae

Nagoshi no Harae adalah ritual penyucian di musim panas yang dilaksanakan di kuil sejak zaman dahulu (telah dilakukan dari periode Nara) dengan harapan dapat menebus dosa-dosa yang telah dilakukan pada separuh pertama tahun dan kesempatan untuk penebusan dan awal baru untuk sisa tahun ini. Ritual ini masih dilaksanakan sampai saat ini, setiap tanggal 30 Juni. Banyak kuil yang memajang Chinowa, lingkaran besar yang terbuat dari rumput alang-alang, yang konon katanya bisa melawan roh jahat dan bencana yang harus dilewati sambil membentuk angka delapan.

 Nagoshi no Harae yang biasa dilakukan oleh kuil Tsubaki dipimpin oleh Guji, di sepanjang jalan dari torii menuju honden tergantung tali terikat dengan pita-pita dari kertas putih yang disebut gohei, menandakan batas daerah sakral. Gohei dibuat dalam ukuran yang berbeda oleh pendeta-pendeta Shinto dan juga di anggap sakral. Ritual Nagoshi no Harae di mulai di honden dengan doa dan penyucian tradisional harae. Sepanjang ritual penyucian, pendeta-pendeta shinto menjatuhkan kirinusa (potongan-potongan kecil kain dan tali sakral) keatas semua penyembah yang ada di honden. Beberapa pendeta kemudian keluar dari honden dan melewati kerumunan yang berbaris di jalan, melemparkan kirinusa ke atas mereka. Setelah harae no kotoba dibacakan, Guji (kepala pendeta) selanjutnya memimpin pendeta-pendeta lainnya yang membawa kotak berisi boneka-boneka kertas melewati Chinowa sebanyak tiga kali. Para penyembah mengikutinya di belakang kayafune (perahu dari alang-alang) yang dibawa oleh negi (pendeta senior).

Boneka-boneka kertas yang di dalam kotak datang dari mereka yang telah mengunjungi kuil Tsubaki selama enam bulan belakangan dengan doa-doa khusus, kekotoran, tidakbersihan, yang disebut tsumi. Setiap boneka kertas berisi nama orang, tanggal lahir, dan prangko pribadi. Orang Jepang memakai prangko di kehidupan sehari-hari mengidentifikasikan pekerjaan tulis menulis dan rekening. Di saat kita menerima atau membayar sesuatu, kita mendapatkan prangko dari orang yang memprosesnya, menegaskan bahwa kita sudah melihat dokumen. Boneka-boneka kertas ini simbol tsumi seseorang telah disucikan di kuil Tsubaki sebelum dibawa oleh pendeta Shino melewati chinowa dan ke tepi sungai.

Setelah selesai dari chinowa, para pendeta beserta rombongan menuju sebuah sungai dekat kuil. Di sekitar tepi sungai sudah tergantung tali dengan gohei menandakan daerah sakral. Lalu guji menebarkan garam dan sake ke dalam sungai yang sakral sambil membawakan doa-doa dengan maksud menyucikan sungai. Kemudian para pendeta meminum sake dan garam dari sebuah cangkir dan memercikkannya ke dalam sungai. Setelah itu guji mempersembahkan sakaki pada dewa. Setelah penyucian di sungai telah dilakukan, para pendeta mengakhiri ritual dengan melempar boneka-boneka kertas ke sungai dan membiarkannya mengapung ke laut, menandakan kelepasan dari kekotoran. Pelemparan boneka-boneka kertas ke sungai adalah akhir dari upacara Nagoshi no Harae.

Postingan populer dari blog ini

Pesona Tradisi Festival Es Jepang Yang Memukau

                      “Pesona Tradisi Festival Es Jepang Yang Memukau”                                         Nailin Najwa: Prodi Pendidikan Bahasa Jepang                                                                 20  Desember 2023 10.00 WIB     Yogyakarta-   Festival Salju Sapporo adalah festival musim dingin yang diadakan di Sapporo, Hokkaido, Jepang setiap tahun yang berlangsung selama seminggu setiap bulan februari. Festival ini menampilkan berbagai macam patung dan instalasi seni yang terbuat dari salju dan es. Sapporo Snow Festival 2024 rencananya akan berlangsung delapan hari dari 4 Februari (Minggu) sampai dengan 11 Februari (Minggu, hari libur), 2024 (Peringatan ke-74). Festival ini pertama kali diadakan pada tahun 1950 oleh siswa sekolah menengah lokal. Sejak itu, festival ini telah berkembang menjadi salah satu festival musim dingin paling popular di dunia. Setiap tahunnya, sekitar dua juta wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri berkunjung ke Sapporo selama berla

Menyingkap Inti dari Ramadan: Tradisi Berbagi Takjil yang Tak Lekang oleh Waktu dalam Budaya Indonesia

       Menyingkap Inti dari Ramadan: Tradisi             Berbagi Takjil yang Tak Lekang oleh                Waktu dalam Budaya Indonesia           Oleh : Nailin Najwa Nafisa Rahman. Selama bulan Ramadhan 1445 H, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) membagikan sebanyak 3500 paket takjil makanan nasi box dan minum gratis kepada para mahasiswa. (Sumber: www.tvonenews.com) Ramadan di Indonesia muncul sebagai sebuah mosaik yang penuh warna dari berbagai budaya dan tradisi, yang terjalin secara rumit ke dalam jalinan permadani budaya bangsa. Di antara tradisi-tradisi yang dihargai ini, kegiatan membagikan takjil - makanan ringan atau kurma untuk berbuka puasa - berdiri sebagai mercusuar solidaritas komunal dan penghormatan spiritual. Dalam penjelajahan ini, kita akan menelusuri berbagai makna, evolusi sejarah, dan signifikansi abadi dari praktik yang tak lekang oleh waktu ini. Dari Asal Mula yang Sederhana hingga Menjadi Budaya: Memulai pengembaraan sejarah, kami menggali akar takjil d

Jangan Terkecoh! Memahami Perbedaan Quick Count, Exit Poll, dan Real Count

  Gambar pemilu 2024 Sumber : https://harian.disway.id/ Setelah pemilu 2024 membawa gelombang informasi tentang hasil suara. Tetapi, apakah semua informasi itu dapat dipercaya? Penting bagi kita untuk memahami perbedaan antara Quick Count, Exit Poll, dan Real Count agar tidak terperangkap dalam kesimpulan yang keliru.   1. Menyajikan dengan Cepat:   Quick Count: Memberikan gambaran awal hasil pemilu dengan cepat meskipun tidak resmi. Dilakukan oleh lembaga survei dengan metode hitung cepat di Tempat Pemungutan Suara (TPS). -Exit Poll: Memahami kecenderungan pemilih dengan melakukan survei setelah mereka keluar dari TPS. Meskipun cepat, keakuratannya tidak sebagus Quick Count karena dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti waktu dan lokasi. - Real Count: Menghasilkan data resmi perolehan suara yang sah dan mengikat. Dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di seluruh TPS, sehingga memakan waktu lebih lama karena prosesnya yang teliti.   2. Tingkat Keakuratan dan Legalitas: - Quick