Langsung ke konten utama

もみじ

 

Momiji

  Hari ini, 30 november, tumbuhan peluruh seperti pohon maple dan ginkgo telah bersiap menggugurkan daunnya. Sebelum gugur, dedaunan pohon-pohon tersebut akan berubah warna menjadi kuning hingga merah tua. Diiringi lenyapnya satu persatu suara serangga musim panas yang memang tinggal beberapa saja, alam seperti memberi sebuah pesan bahwa musim dingin akan segera tiba. Aku penasaran kemana perginya mahluk kecil berisik itu? Seperti hantu, mereka akan muncul lagi di tahun depan secara tiba-tiba ketika suhu mulai menghangat kembali. Tapi sebelum semua itu, suara berisik serangga segera akan di gantikan dengan keindahan yang lainnya yaitu “momiji”. Jika di lihat dari jauh, desa Akeno yang letaknya berada di atas gunung lebih mirip seperti gambar di atas canvas. Warna kuning, oranye, dan merah mendominasi di sana-sini, berpadu dengan warna coklat genteng rumah-rumah penduduk yang meski di beri sedikit ruang, tetap tak mau kalah ingin tampil. Aku sedang duduk di beranda rumah, menikmati teh ocha dan sepiring biskuit sambil membaca buku ketika Furuya-san datang. Ia duduk mengambil tempat agak jauh, menyalakan rokoknya dan mebuka obrolan dengan bertanya kepadaku apakah aku menyukai musim gugur, dan aku menjawab “iya”, karena memang tak dapat ku temui pemandangan seperti ini di tempat asalku. Furuya-san adalah sosok yang tua, 78 tahun, dan Ia adalah seperti orang tua pada umumnya, senang mendongeng. Seperti pensil ketemu kertas, aku yang memang senang mendengar cerita, menjalin sebuah hubungan yang unik dengan pria tua ini layaknya sahabat.

“Kau pernah dengar ‘momiji’?”. Tanyanya

“Belum, apa itu ‘momiji’?”.

Demi melihatku bertanya dengan raut wajah yang antusias, bersemangatlah Ia menerangkan. Dan segera ku sadari inilah kuliah ku pagi ini. Sambil tetap menghisap racun itu,Ia memulai.

“Kau tahu ‘hanami’ kan? Nah ‘momiji’ itu mirip dengan ‘hanami’. Bedanya hanya waktu pelaksanaanya. ‘Momiji’ termasuk salah satu budaya masyarakat jepang yaitu melihat atau menikmati keindahan warna daun ketika musim gugur datang.”

“Menikmati?”. Tanyaku

“Yaa, di bulan-bulan akhir musim panas seperti saat ini, daun-daun berubah warna menjadi jingga, merah atau kekuningankan?. Perubahan warna daun ini di sebut dengan koyo. Waktu perubahan warna daun-daun tersebut tergantung pada suhu, dan lokasinya. Bukankah semua ini indah dan layak di nikmati?”

“Ya, tentu saja”.

“Mirip dengan ‘hanami’, pada momen ‘moiji’ kami orang jepang biasanya melakukan kegiatan outdoor seperti piknik bersama keluarga atau teman di bawah pohon sambil menikmati keindahannya”

“Sepertinya menyenangkan”. Jawabku sambil tersenyum.

“Jika kau tertarik, ikutlah dengan kami besok. Kami akan pergi ke taman Rikugien, dan pasti Keichiro akan senang jika kau mau ikut”. Ajaknya.

“Baiklah”

Ia membalas senyumanku dengan mengambil sepotong biskuit, lalu bergegas pergi melanjutkan pekerjaannya karena waktu istirahat telah usai.

Karena masih sedikit penasaran dengan ‘momiji’ aku mencoba berselancar melalui internet mencari tambahan informasi. Dan ini yang aku dapat. Beberapa tempat yang menghadirkan keindahan lebih dari yang lain ketika musim gugur tiba.

1.      Jozankei (Hokkaido)

Selain melihat dan menikmati momiji, ada beragam aktifitas yang bisa dilakukan di Jozankei. Contohnya, menaiki kano seperti yang terlihat dalam foto atau berkuda sambil menikmati keindahan momiji. Selain itu, Anda juga bisa mencoba berjalan di jembatan gantung. 

 

original photo by Alflosography



2.      Sungai Oirase (Aomori)

Oirase Keiryu adalah aliran Sungai Oirase yang mengalir dari Danau Towada, Prefektur Aomori. Panorama indah Sungai Oirase ini bisa kita nikmati sepanjang tahun. Saat musim gugur, panorama semakin indah karena seluruh area dihiasi warna-warna terang khas musim gugur.

 

original photo by Alfilosography



3.      Taman Rikugien (Tokyo)

Rikugien merupakan salah satu spot momiji yang populer di Kota Tokyo, sekaligus merupakan taman Jepang bersejarah yang sudah berdiri sejak tahun 1702. Saat musim gugur tiba, taman ini dihiasi oleh 600 pohon yang daun-daunnya mulai memerah, seperti 450 pohon maple Jepang (iroha kaede), pohon ginkgo, dan pohon maple varietas lainnya.

oroginal photo by Alfilosography




Postingan populer dari blog ini

  Gaji Kerja di Jepang dan UMR Per Tahunnya Oleh : Anindya Meiza Putri   Ilustrasi pekerja di Jepang (Sumber Foto : Canva )             Rata-rata gaji di Jepang dikenal tinggi membuat banyak orang ingin bekerja di sana. Penawaran gaji di Jepang umumnya mengacu pada Upah Minimum Regional (UMR), tetapi dapat sangat bervariasi tergantung pada lokasi, jenis pekerjaan, perusahaan, sektor bisnis, industry dan jabatan pekerjaan. Pada artikel ini kita akan ulas kisaran gaji, UMR, tingkat pertumbuhan gaji tahunan dan factor-faktor pengaruh penghasilan.             Rata-rata kisaran gaji bulanan karyawan di Jepang menurut Tokyo Portfolio adalah JPY 515.000 atau sekitar Rp 53 juta. Jika dilihat dari kisaran gaji di Jepang, maka karyawan di Jepang per bulannya mendapatkan JPY 130.000 (Rp 13,4 juta) – JPY 2.300.000 (Rp 230 juta).       ...

Romantisme Kesehatan Mental

 Romantisme Kesehatan Mental   Selama dekade terakhir, berbagai upaya telah diinvestasikan dalam menyebarkan kesadaran terkait kesehatan mental. Upaya tersebut terutama ditujukan untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap penyandang gangguan kesehatan jiwa. Pesan utama yang disebarluaskan adalah bahwa penyakit mental harus dianggap sebagai penyakit umum dan bahwa diskriminasi atau pengucilan dan apa pun yang menyertainya dapat mempengaruhi penderita. Penyakit mental didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menyebabkan gangguan dalam pikiran atau perasaan seseorang. Sudah disepakati bahwa kesehatan mental harus ditangani dengan hati-hati dan dilakukan oleh seorang profesional. Sesukses apa pun mereka dalam kampanye ini, masih dianggap gagal menilai satu faktor hidup yang menjadi vital yaitu peran media. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji peran media sosial yang dewasa ini dipraktekan dalam bentuk perbuatan yang cenderung berdampak buruk bagi pelakunya. Bahwa menekankan...

Jepang dan Paus

Apa yang akan terjadi jika tanpa paus? Akankah kehidupan laut mati? Berdampak buruk bagi lingkungan kita? Ada banyak pertanyaan tentang apa akibat dari ketiadaan paus. Orang-orang telah berburu paus sejak lama. Para peneliti mengatakan bahwa paus adalah rantai makanan, penting Untuk mamalia laut dan lingkungan. Perburuan paus dikenal dengan istilah Whaling . Aktivis anti perburuan paus diciptakan untuk melindungi paus dan menghentikan perburuan paus secara komersial. Aktivis anti perburuan paus telah melarang perburuan paus karena kekejaman, risiko kepunahan paus dan pentingnya paus bagi lingkungan. Pada tahun 2019 Jepang mengumumkan pengunduran dirinya dari International Whaling Commission , atau IWC, lembaga yang bertanggung jawab atas konservasi paus dunia. Jepang terdaftar sebagai anggota IWC sejak 1951. Tetapi, selama bertahun-tahun Jepang tetap memburu paus dengan alasan "untuk penelitian ilmiah". Tetapi Jepang juga menjual daging ikan paus, sebuah langkah yang dikritik...