note : cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh atau latar tempat, ini murni hanya kebetulan. Selamat membaca! :))
Cinta Komidi Putar
Ketika pertama kali melihatnya dulu, aku seperti di peluk awan gumawan, terbang bersama sekawanan burung layang-layang, bermigrasi ketempat-tempat indah penuh kehidupan, lalu di jemput kunang-kunang dan di terbangkan menuju bintang-gemintang. Ia tersenyum, aku tak dapat bernafas. Namanya Dinda, seorang gadis kecil berkacamata yang belakangan ini terus menerus menggangu hari-hariku. Setiap melihatnya , hatiku bergetar, perasaan indah memancar sampai ke ujung-ujung simpul pembuluh darahku. Di hadapannya aku seperti kena tenung, aku barangkali telah jatuh hati pada gadis ini, bahkan sebelum ia mengucap sepatahpun kata. Aku tak memiliki keberanian untuk sekedar menyapa, apalagi mengajaknya berbicara. Cinta pada pandangan pertama, kata para penyair. Kami hanya bertemu sesekali jika ada kegiatan organisasi di kampus. Beberapa kali aku mendapat kesempatan untuk berbicara dengannya, dan aku masih saja merasa malu. Tetapi pada akhirnya kami benar-benar mendapat kesempatan untuk berbicara satu sama lain. Entah apa yang membuatku sangat tertarik kepada gadis ini. Tak pernah sebelumnya aku seperti ini. Ia seperti memiliki daya magis yang membuatku selalu menaruh perhatian kepadanya. Lalu entah kenapa, setiap kali melihatnya, setiap berada di dekatnya, aku merasa sangat gugup. Ia memulai pembicaraan denganku dan pembicaraan itu semakin menarik setiap waktunya, bukan karena topik pembicaraannya, melainkan sosok keberadaan gadis ini yang membuatku betah berlama-lama. Cinta memang sesuatu yang tak aku pahami. Meski aku menaruh hati padanya, aku selalu tak memiliki keberanian untuk menyatakan perasaanku. Aku menyukai setiap momen ini, dan aku berpikir lebih baik berjalan terus seperti ini.
original photo by Alfilosography |
“Tidak jelek-jelek amat, standar muka laki-laki indonesia”. Kataku dalam hati.
Maka tak ada alasan untuk tidak mengajaknya pergi malam ini. Seusai sholat isya’ ku datangi kostnya. Menunggunya berdandan sebentar, setelah itu berangkat. Naik motor butut Honda Astrea. Barang tiga puluh menit kami sudah sampai di alun-alun. Suasana sudah mulai ramai dipadati para pengunjung yang kebanyakan adalah muda-mudi yang sedang memadu kasih. Sebelum naik komidi putar, aku mengajaknya membeli permen kapas. Naik komidi putar sambil makan permen kapas. Aihh romantis sekali.
Ku beri tahu kawan, rahasia romansa komidi putar adalah fisika sederhana : gaya gravitasi! Ketika komidi putar mencapai posisi empat puluh lima derajat dari porosnya, daya tarik bumi membuat mempelai di dalam kurungan ayam itu merasa seperti akan terjungkal. Dinda histeris, takut campur manja, memeluk erat lenganku. Perasaanku melambung, melesat-lesat seperti mercon banting. Dari atas sini terdengar teriakan-teriakan pedagang kaki-lima bercampur baur dengan suara musik dangdut yang mengalun syahdu dari pengeras suara di sudut-sudut lapangan. Semua keriuhan ini mendadak layap dan kami melayang-layang dalam komidi. Indah sekali, melebihi ledakan aurora di atas belantara Amazonia. Gadis Sunda itu menatapku mohon perlindungan dan aku jatuh cinta, sungguh jatuh cinta, untuk pertama kalinya.
original photo by Alfilosography 大観覧車, Odaiba, Tokyo |